Agama dan Masyarakat

I.    Pengertian Agama dan Masyarakat

Agama adalah suatu kepercayaan atau keyakinan kepada Tuhan, atau disebut sebagai Dewa atau sebutan lain menurut ajaran keyakinan masing-masing, yang dianut oleh seseorang, sedangkan masyarakat adalah suatu kumpulan orang yang saling berinteraksi dan membentuk sistem.

Agama dan masyarakat memiliki hubungan yang berkaitan, hal ini dapat dibuktikan dengan pengetahuan agama, seperti sejarah dan figur Nabi yang dapat mengubah kehidupan sosial, dan argumentasi rasional mengenai hakikat dan arti hidup. Bukti di atas memberi kesimpulan bahwa agama merupakan sumber motivasi individu dalam berhubungan sosial.

Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa: “Tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan “menjamin kebebasan menyembah, menurut agama atau kepercayaannya.” Bagaimanapun, pemerintah hanya mengakui enam agama, yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu.


II.   Ruang Lingkup Agama


    Secara garis besar, agama mencakup:
 a.    Hubungan manusia dengan Tuhan
     Yaitu hubungan manusia dengan Tuhan lewat ibadah dengan tujuan untuk mendekatkan diri manusia kepada pencipta-Nya.
b.    Hubungan manusia dengan manusia
    Agama memiliki konsep-konsep dasar mengenai gambaran hubungan manusia dengan manusia. Contohnya agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.
c.    Hubungan manusia dengan makhluk hidup lain/lingkungannya

Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia harus menjaga keharmonisan antara makhluk hidup dengan lingkungan sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya.

III.    Fungsi dan Peran Agama dalam Masyarakat

Persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat terkadang tidak dapat dipecahkan secara empiris karena adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian, oleh karena itu masyarakat dan agama berperan dalam mengatasi hal tersebut. Oleh karena itu, agama diharapkan dapat menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa aman, sejahtera dan sebagainya. Fungsi agama dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
a.    Fungsi edukatif
Agama memberikan ajaran dan bimbingan melalui perantara fungsionaris (petugas-petugasnya) seperti Nabi, Kiai, pendeta, guru agama dan lain-lain, baik dalam upacara keagamaan, khotbah, meditasi dan sebagainya.
b.    Fungsi penyelamatan
Setiap manusia menginginkan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat. Jaminan keselamatan ini hanya dapat manusia temukan dalam agama, sebab agama membantu manusia mengenal Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya agar manusia tidak salah dalam berkelakuan dan meminta ampun.
c.    Fungsi pengawasan sosial
Fungsi agama antara lain mempertegas kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi masyarakat dan mengamankan kaidah-kaidah baik dan mem-filter kaidah buruk dari sistem hukum negara modern.
d.    Fungsi memupuk persaudaraan
Agama memiliki fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan baik antara anggota-anggota masyarakat dan kewajiban-kewajiban sosial yang mempersatukan mereka.

Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan masyarakat, sebab agama memberikan pedoman hidup dalam berperilaku. Dalam memandang nilai, agama dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.

IV.    Pelembagaan Agama

Agama sangat universal, permanen dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang harus diketahui dalam memahami lembaga agama adalah mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur dari agama.
Dimensi ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi-dimensi ini dapat diterima sebagai dalil atau dasar analitis, tapi hubungan antara empat dimensi itu tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya secara utuh.
a.  Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral

Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya:
  1. 1.  Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara mutlak.
  2. 2. Nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.
b. Masyarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang

Masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberi arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat, pada saat yang sama, lingkungan yang sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain, agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.

Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan.

Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.

Pengalaman tokoh agama yang merupakan pengalaman kharismatik, akan melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan yang akan menjadi organisasi keagamaan terlembaga. Pengunduran diri atau kematian figure kharismatik akan melahirkan krisis kesinambungan. Analisis yang perlu adalah mencoba memasukkan struktur dan pengalaman agama, sebab pengalaman agama, apabila dibicarakan, akan terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal yang penting untuk dipelajari adalah memahami “wahyu” atau kitab suci, sebab lembaga keagamaan itu sendiri merupakan refleksi dari pengalaman ajaran wahyunya.

Lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola ide-ide dan keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan.

Lembaga ibadah haji dimulai dari terlibatnya berbagai peristiwa. Ada nama-nama penting seperti Adam a.s, Ibrahim a.s, Siti Hajar, dan juga syetan; tempatnya adalah Masjidil-Haram, Mas’a, Arafah, Masy’ar, Mina, serta Ka’bah yang merupakan symbol penting; ada peristiwa kurban, pakaian ihram, tawaf, sa’I, dan sebagainya.

Adam dan Hawa dalam keadaan terpisah, kemudian keduanya berdoa : “Ya, Tuhan kami, kami telah menganiaya diri sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscayalah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S al-A’raf : 23).

Setelah itu Allah SWT memerintahkan Adam untuk ibadah haji (pergi ke sesuatu untuk mengunjunginya). Saat sampai di suatu tempat (Arafah= tahu, kenal), maka bertemulah ia dengan Hawa setelah diusir dari surge. Sebab itu dalam pelaksanaan ibadah haji, ada ketentuan wukuf (singgah).

Nama nabi Ibrahim a.s selalu dikaitkan dengan Ka’bah sebagai pusat rohani agama Islam (Kiblatnya Islam). Pada suatu peristiwa Allah memerintahkan Jibril membawa Ibrahim a.s, Siti Hajar dan Ismail a.s putranya yang masih kecil ke Makkah dari Palestina. Di suatu tempat, Ibrahim a.s atas perintah Allah SWT supaya meninggalkan istri dan putranya. Kemudian Ismail menangis meminta air, tentu saja Siti Hajar menjadi khawatir dan gelisah, maka ia pun berlari mencari air ke bukit Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali.

Setelah itu dengan kuasa Tuhan, memancarlah air dari dekat kaki Ismail (sekarang sumur air Zam-zam). Sebab itu, dalam rukun Haji ada Sa’I (berlari kecil) sebanyak tujuh kali di bukit Shafa dan Marwa. Siti Hajar merupak lambang yang bertanggung jawab, tidak pasrah, perjuangan fisik dan meniadakan diri tenggelam ke dalam samudera cinta.

Kurban dikaitkan resmi dengan ibadah haji. Lembaga ini berhubungan dengan sejarah rohani Ibrahim a.s yang diperintahkan oleh Alla SWT untuk menyembelih putranya Ismail a.s, untuk menguji kesempurnaan tauhidnya. Sewaktu penyembelihan akan dilaksanakan, syetan sempat menggoda Ibrahim a.s agar tidak melaksanakan perintah Allah tersebut. Kemudian Ibrahim dan Ismail melemparkan batu ke arah suara syetan itu berasal. Untuk mengenang peristiwa itu, dalam pelaksanaan ibadah haji diwajibkan melempar jumrah (batu).

Sewaktu Ismail akan disembelih oleh Ibrahim a.s, ternyta Allah menggantinya dengan seekor gibas (domba) jantan. Firman Allah : “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan pergi kesana. Barang siapa yang kafir (terhadap kewajiban haji), maka bahwasanya Allah Mahakuasa (tidak memerlukan sesuatu dari alam semesta)” (Q.S 3:97).

Jadi, kewajiban tersebut, esensinya adalah evolusi manusia menuju Allah dengan pengalaman agama yang penting. Mengandung simbolis dari filsafat “pencptaan Adam”, “sejarah”, “keesaan”, “ideology islam”, dan “ummah”.

Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus, bermula dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi keagamaan yang terlembaga.

Muhammadiyah, sebuah organisasi sosial Islam yang dipelopori oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar. Ayat suci Al-Quran telah memberi inspirasi kepada Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah. Salah satu mottonya adalah, Muhammadiyah diapandang sebagai “segolongan dari kaum” mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan jahat (amar ma’ruf, nahi ’anil munkar)

Dari contoh sosial di atas, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat), dan tingkat organisasi.

Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.

Sumber:
-       http://eliana-hubunganagamadanmasyarakat.blogspot.com/

Comments

Popular posts from this blog

Penerapan Komputasi Modern pada Situs Web Shopee

Web Science

Hubungan antara Komputasi Modern dengan Parallel Processing